PEMBERIAN ASI TERHADAP ANAK BAGI WANITA KARIER

Oleh : Mhd. Rizky Lubis/ 2020040015

Abstrak

  Anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada pasangan suami isteri dan tidak semua pasangan suami isteri mendapatkan amanah tersebut, orang tua bertanggungjawab atas kebutuhan anaknya terutama pemberian ASI terhadap anak yang masih bayi walaupun ibunya wanita karier/ bekerja diluar rumah.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini peneliti yaitu: bagaimana hukum pemberian ASI terhadap anak bagi wanita karier dan tujuan penelitian ini bertujuan untuk mrngetahui apa hukum pemberian ASI terhadap anak bagi wanita karier.

Dari penelitian tersebut diperoleh sebuah kesimpulan bahwa pemberian ASI terhadap anak hukumnya wajib kecuali adanya hal memudradkan untuk bayi dan ibunya. sedangkan pemberian ASI terhadap anak bagi wanita karier sesuai dengan kaidah fikih  الفرض افضل من النفل  “fardhu itu lebih baik dari nafl”, Seperti halnya para wanita karir dalam pemberian ASI, bekerja bagi mereka diperbolehkan, namun dengan adanya perintah pemberian ASI, maka ibu harus memenuhi kewajibannya tersebut dahulu sebelum bekerja.

Kata kunci : ASI (Air Susu Ibu), Wanita karier

 

A.    Pendahuluan

Perempuan/wanita salah satu makhluk yang diciptakan oleh Allah dan menjadi pasangan dari makhluk Allah yaitu laki-laki/pria. Perempuan merupakan yang memiliki persoalan yang perlu dibahas baik dari segi kedudukan, karektaristik dan masih banyak yang perlu dikaji bahkan menjadi problematika sehari-hari.

Perempuan/wanita sebelum datang islam diperlakukan atau tidak berikan hak sebagai manusiawi. Seperti yang terjadi pada masa peradabanYahudi,Yunani kuno, peradaban Irak lama, peradaban Babilonia, peradaban Cina kuno dan peradaban Roma kuno.[1]Dikalangan bangsa arab jahiliyah terlihat ketidaksenangan pada kaum ayah/bapak atas kelahiran bayi-bayi perempuan dan lebih mengingikan kelahirahan anak laki-laki.[2] Bangsa-bangsa terdahulu tidak menerima dan meremehkan pendapat dari kaum perempuan/wanita. Karena bangsa-bangsa itu berkeyakinan bahwa kaum perempuan emosional dan berpikir lemah dalam memberikan pendapat.[3]

Setelah kedatangan ajaran Islam, kaum perempuan/wanita  diberikan hak dan mendapatkan kehormatan serta kedudukan yang mulia bahkan kaum perempuan/wanita menjadi makhluk yang sangat dihargai dan dijunjung tinggi perannya.[4] Rasulullah SAW mensyariatkan kaum perempuan/wanita mendapatkan seperti warisan, dilarang menceraikan isteri tanpa  adanya alasan yang syar’i dan mendapatkan mekanis mempertahanan diri supaya kaum perempuan/wanita selalu terjaga kehormatan.[5]

Perkembangan terhadap perempuan/wanita di zaman  sekarang  sudah  mendapatkan pendidikan yang setara dengan  laki-laki/pria. Perempuan/wanita tidak lagi dianggap rendah dan telah dihargai sebagai mahluk yang sejajar dengan kaum pria. Perkembangan tersebut telah merubah kiprah Perempuan/wanita tak sekedar membatasi diri pada sektor domestik saja, melainkan juga terjun di sektor publik. Perkembangan tersebut telah mendorong kaum wanita untuk melakukan perubahan dan berusaha membentuk karakter masyarakat modern dalam dirinya.

Perempuan/wanita ingin mencapai kemandirian secara finansial agar tidak lagi dianggap makhluk lemah yang selalu bergantung kepada kaum laki-laki/pria. Perempuan/wanita ingin diakui keberadaan dan eksistensinya dengan cara bekerja, baik rumah maupun diluar rumah supaya menjadi sosok yang mandiri, produktif dan tercukupi kebutuhan atau keinginan sehari-hari.

Keinginan yang kuat dari kaum  perempuan/wanita untuk menjadi sosok yang  mandiri sehingga banyak yang bekerja diluar rumah sesuai dengan kemampuan yang telah di dapat di bangku  Pendidikan. Perempuan/wanita yang bekerja diluar  rumah tidak memandang status baik yang masih gadis dan  yang sudah menikah.

Perempuan/wanita yang sudah menikah tentu memiliki tanggung jawab yang lebih banyak dibandingkan dengan perempuan/wanita yang masih gadis atau yang belum nikah. Karena, perempuan/wanita yang sudah menikah  yang sudah mempunyai karier yang bagus , harus bisa berbagi waktu dengan keluarga dan pekerjaan.

Perempuan/Wanita memiliki tugas penting melahirkan generasi masa depan sekaligus sekolah pertama bagi anak, lingkungan keluarga memberikan peran yang sangat berarti dalam proses pembentukan kepribadian sejak dini.[6] Karena, fitrah manusia itulah menjadi langkah awal yang akan  membentuk dan menjamin perlindungan anak menuangkan kasih sayang dan rela melakukan apapun untuk memenuhi hak-hak anak menjadi kewajiban orang tua.[7]

Setiap anak harus mendapatkan hak secara adil sebagai bukti tanggung jawab orangtua yang telah diamanahkan Allah Swt. Sebagaimana firman Allah dalam surah An-nisa ayat 9 :

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا (٩)

Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.[8]

 Salah satu hak anak yang harus didapatkan oleh anak adalah disusui dan diasuh, sebagai perempuan/wanita yang bekerja atau berkarier diluar rumah harus memenuhi kebutuhan anak sehari-hari terutama memberikan ASI kepada anak, tetapi seorang wanita karier harus meninggalkan anaknya disaat sedang bekerja sehingga tidak tersalurnya kebutuhan anak secara teratur atau tidak bisa memberikan ASI secara teratur karena tuntutan pekerjaan dikantor.

Dengan demikian itu menjadikan sebuah problematika terhadap perempuan/wanita karier karena memiliki peran ganda, bagaimana hukum  pemberian ASI terhadap anak bagi  perempuan/wanita karier, hal ini yang menjadi minat tarik penulis membahas bagaimana hukum pemberian ASI terhadap anak bagi perempuan/wanita karier.

B.     Pembahasan

1.       ASI (Air Susu Ibu)

a.       Pengertian ASI (Air Susu Ibu)

ASI adalah cairan putih yang dihasilkan dari kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui yang secara alamiah mampu menghasilkan ASI. Pada masa kehamilan ibu, hormon tertentu merangsang payudara untuk memperbanyak saluran-saluran air susu dan kelenjar-kelenjar air susu. ASI diproduksi dalam kelenjar-kelenjar tersebut, yang kemudian di tampung di dalam saluran penampung kemudian disalurkan melalui saluran air susu (ductus).[9]

ASI adalah makanan eksklusif bagi bayi dan merupakan makanan satu-satunya yang paling ideal untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada usia 6 bulan pertama. Nilai gizi yang terkandung di dalamnya sangat tinggi sehingga tidak memerlukan tambahan makanan apapun lagi dari luar.[10]

Di dalam islam dikenal dengan الرضاع   artinya secara  menghisap payudara atau meminum susu. Sedangkan Seorang ibu yang menyusui anaknya disebut murdhi‟un atau murdhi‟atun (مرضع – مرضعة)  dan  anak yang disusui disebut (رضيع) .[11]

Secara   terminologis  الرضاع   اadalah   bayi  yang mengisap air susu dari puting susu seorang perempuan dalam kurun waktu tertentu.[12] Di katakan juga bahwa radha‟ah secara syar‟i adalah sampainya (masuknya) air susu perempuan ke dalam perut atau otak anak bayi.[13]

b.      Dasar Hukum Pemberian ASI

Memberikan Asi terhadap anak sebagai asupan makan anak yang masih bayi sesuai dengan firman Allah dala surah Al- Baqarah ayat 233:

وَالْوَالِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ  لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ٢٣٣ 

Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

 

Berdasarkan ayat tersebut, Salah satu tanda kesempurnaan Allah adalah menciptakan Air Susu Ibu (ASI) bagi para wanita yang telah melahirkan sebagai asupan makanan bagi anaknya. Maka orang tua bertanggung jawab terhadap amanah berupa anak yang dititipkan oleh Allah ialah dengan memberinya nafkah yang mencukupi kebutuhannya mulai dari sandang, pangan, dan papan .

Dalam kisah wanita al-Ghomidiyyah yang mengaku berzina dan minta dirajam terdapat faidah tentang pentingnya menyusui bagi anak. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam menunda hukuman rajamnya sampai ia melahirkan dan menyapih anaknya. Kami nukilkan kisahnya secara ringkas dari hadits Buroidah rodhiyallohu anhu

جَاءَتْ الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَطَهِّرْنِي وَإِنَّهُ رَدَّهَا فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ تَرُدُّنِي لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا فَوَاللَّهِ إِنِّي لَحُبْلَى قَالَ إِمَّا لَا فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ قَالَتْ هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ قَالَ اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّى تَفْطِمِيهِ فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ كِسْرَةُ خُبْزٍ فَقَالَتْ هَذَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَدْ فَطَمْتُهُ وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ فَدُفِعَ الصَّبِيُّ إِلَى رَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا وَأَمَرَ النَّاسَ فَرَجَمُوهَا

“Lalu datang seorang wanita al-Ghomidiyyah, ia berkata : “wahai Rosululloh, aku telah berzina, maka sucikanlah aku!” Dan Rosululloh menolaknya. Ketika keesokan harinya, wanita itu berkata : “Wahai Rosululloh, mengapa engkau menolakku? Mungkin engkau menolakku sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz, maka demi Alloh aku ini hamil!” Rosululloh berkata : “Tidak, pergilah sampai engkau melahirkan.” Ketika ia sudah melahirkan, ia mendatangi Rosululloh dengan membawa bayinya pada sebuah kain, ia berkata : “Ini aku sudah melahirkan.” Rosululloh berkata : “Pergilah dan susuilah ia sampai engkau menyapihnya!” Ketika ia telah menyapihnya, ia mendatangi Rosululloh dengan bayinya yang membawa remukan roti di tangannya, maka ia berkata : “Ini wahai Nabi Alloh, aku sudah menyapihnya dan ia sudah makan makanan.” Maka anak itu diserahkan kepada seseorang dari kaum muslimin, kemudian beliau memerintahkan untuk merajamnya, maka digalikan untuknya lubang sedalam dadanya lalu beliau memerintahkan orang-orang, kemudian mereka merajamnya.”[14]

Dari kesimpulan hadist tersebut bahwasanya memberikan ASI kepada anak bayi merupakan hal yang tidak sepele atau sangat penting, Maka Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam tidak akan menunda hukum rajam wanita tersebut.

Sedangkan Undang-Undang yang mengenai pemberian air susu ibu ("ASI") eksklusif diatur dalam Pasal 128 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) yang berbunyi:[15]

1)      Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.

2)      Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

3)       Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

Selanjutnya, dalam Pasal 129 UU Kesehatan diatur bahwa:

1)      Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif.

2)      Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

c.       Manfaat Pemberian ASI

Pemberian ASI Tidak diragukan lagi karena ASI memiliki banyak manfaat yang sangat besar baik untuk bayi, Ibu dan keluarga. Berikut ini beberapa manfaat ASI bagi tumbuh kembang bayi, diantaranya:

1)      Manfaat ASI untuk Bayi

·         ASI mencukupi semua kebutuhan gizi bayi berusia 6 bulan pertama kehidupan untuk tumbuh dan berkembang. Sehingga dapat terhindar dari kekurangan gizi/ malnutrisi;

·         ASI mudah diserap oleh pencernaan bayi sehingga nutrisi dapat terserap sempurna;

·         ASI melindungi dari infeksi radang saluran pernapasan/ paru-paru basah (pneumonia). Penyakit ini tiga kali lebih jarang terjadi pada bayi dengan ASI eksklusif dibandingan dengan bayi yang diberikan pengganti ASI;

·         ASI melindungi bayi dari infeksi saluran pencernaan seperti diare; ASI melindungi bayi dari infeksi akut lainnyaseperti otitis media (radang telinga tengah), haemophilus influenzae meningitis (radang selaput otak), dan infeksi saluran kemih (ISK);

·         Efek jangka panjang ASI mampu mengurangi risiko penyakit jangka panjang dengan sebab imunologi atau alergi seperti asma dan kondisi lainnya;

·         ASI mengurangi risiko diabetes atau kencing manis tipe I;

·         ASI melindungi bayi dari risiko terkena kanker (leukimia limphostik, neuroblastoma, lymphoma maligna);

·         Bayi yang diberikan ASI jauh lebih sehat dan juga menurunkan resiko terjadinya obesitas di masa yang akan datang;

·         Bayi yang menerima ASI memiliki risiko lebih rendah untuk terkena serangan jantung dan darah tinggi dikemudian hari;

·         Mengurangi terjadinya peningkatan kadar kolesterol dalam darah dan ateroskloerosis (radang pembuluh darah) di masa dewasa;

·         Bayi yang diberikan ASI memiliki tingkat kepandaian (intelegensi) dan kemampuan kognitif yang secara umum lebih tinggi dibanding bayi yang tidak mendapatkan ASI. Tentu saja hal ini menjadi aset berharga bagi masa anak-anak hingga dewasanya;

·         Skin to skin contact antara bayi dan ibu menciptakan kedekatan serta perkembangan aktifitas fisik (psikomotorik) dan sosial yang lebih baik.[16]

2)      Manfaat ASI untuk Ibu

Manfaat dari pemberian ASI tidak hanya dirasakan oleh bayi saja, tetapi menyusui juga banyak memberikan manfaat kepada si ibu. Bagi Ibu yang menyusui bayinya akan memperoleh beberapa keuntungan diantaranya sebagai berikut:

·      Menyusui merupakan metode KB paling aman dan efektif dikarenakan kadar hormon menyusui(prolaktin) yang tinggi dalam tubuh ibu akan menekan terjadinya ovulasi;

·      Mencegah terjadinya pendarahan setelah melahirkan serta mempercepat pengembalian rahim ibu seperti semula. Hal ini dikarenakan isapan bayi saat menyusui merangsang kerja hormon oksitosin sehingga menghasilkan kontraksi rahim;

·      Mengurangi risiko berat badan berlebih, dengan menyusui setidaknya membutuhkan sekitar 500 kalori perhari sehingga ibu tidak perlu mengurangi jumlah makanan bernutrisi untuk dikonsumsi;

·      Mengurangi stres dan kegelisahan;

                    

·      Membantu dalam membangun ikatan emosional dan kasih sayang antara ibu dan bayi, sehingga dapat mengurangi risiko penelantaran bahkan kekerasan pada anak;

·      Mengurangi risiko kanker payudara;

 

·      Mengurangi risiko kanker indung telur (ovarium) dan kanker rahim;

 

·      Mengurangi risiko terkena penyakit diabetes dan kencing manis;

 

·      Mengurangi risiko hipertensi, stroke dan jantung koroner;

 

·      Mengurangi risiko osteoporosis;

               

·      Mengurangi risiko terkena rematik.[17]

 

3)      Manfaat ASI untuk Keluarga

 

Berikut ini beberapa manfaat ASI bagi keluarga, diantaranya:

·         Menguntungkan secara ekonomi, dengan menyusui secara eksklusif ibu maupun ayah tidak perlu mengeluarkan biaya makanan bayi sampai ia berumur 6 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan alat tambahannya. Biaya tersebut dapat digunakan untuk memberikan makanan bernutrisi kepada ibu karena menyusui memerlukan zat gizi lebih;

·         Ibu dan bayi akan lebih sehat (terhindar dari risiko penyakit), sehingga mengurangi biaya perawatan kesehatan;

·         ASI dan menyusui itu praktis. Apabila bayi diberi ASI, ibu tidak perlu repot untuk mempersiapkan alat-alat atau membeli susu formula di toko. ASI selalu tersedia dan ketika bayi ingin menyusu dapat langsung diberikan sehingga ibu tidak perlu repot dan dapat menghemat waktu.[18]

2.      Wanita Karier

a.       Pengertian Wanita Karier

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wanita berarti perempuan dewasa.[19] Karier berasal dari kata karier (Belanda) yang berarti pertama, perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan dan jabatan.Kedua, pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju. Selain itu, kata karir selalu dihubungkan dengan tingkat atau jenis pekerjaan seseorang, aktivitas ialah kegiatan atau keaktifan. Jadi Wanita karir berarti wanita yang berkecimpungan dalam kegiatan profesi (usaha dan perusahaan).[20]

Wanita karier juga diartikan perempuan dewasa atau kaum putri dewasa yang berkecimpung atau berkarya dan melakukan pekerjaan atau berptofesi di dalam rumah ataupun diluar rumah dengan dalih ingin meraih kemajuan, perkembangan dan jabatan dalam kehidupannya.[21]

Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kemajuan pola pikir, serta pengetahuan yang luas bagi setiap individu. Jaminan sukses secara finansial, diakui untuk menyandang predikat mandiri mengharuskan perempuan menjemput impian dengan belajar ke jenjeng pendidikan yang lebih tinggi, dan mendapatkan pekerjaan yang lebih bisa dihargai da mendapat posisi yang lebih tinggi.

Pekerjaan karier tidak sekedar bekerja biasa, melainkan merupakan interest seseorang pada suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau ditekuni dalam waktu panjang (lama) secara penuh (fulltime) demi mencapai prestasi tinggi, baik dalam upah maupun status. Dengan demikian, wanita karier adalah wanita yang menekuni dan mecintai sesuatu atau beberapa pekerjaan secara penuh dalam waktu yang relatif lama, untuk mencapai sesuatu kemajuan dalam hidup, pekerjaan atau jabatan.

Umumnya karier ditempuh oleh wanita di luar rumah. Sehingga wanita karier tergolong mereka yang berkiprah di sektor publik. Disamping itu, untuk berkarier berarti harus menekuni profesi tertentu yang membutuhkan kemampuan, kapasitas, dan keahlian dan acap kali hanya bisa diraih dengan persyaratan telah menempuh pendidikan tertentu.[22]

Karier sangat diperlukan wanita agar ia bisa mewujudkan jati diri dan membangun kepribadiannya. Sebab dalam hal ini wanita tetap bisa mewujudkan jati dirinya secara sempurna dengan berprofesi sebagai ibu rumah tangga, sambil berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial atau politik.[23]

b.      Wanita karier menurut Islam

Islam adalah konsep aturan-aturan yang mahapencipta untuk manusia. Ajaran Islam menentukan keseimbangaan tindakan manusia dengan hukumalam. Islam menuntun manusia pria dan wanita dalam melaksanakan tugas kehidupannya sebagai khalifah di muka bumi. Islam telah menggariskan hak-hak wanita yang selalu di persoalkan di era modern.

Secara umumnya, wanita adalah bagian dari masyarakat. Peranan dan tanggung jawab wanita dalam pembentukan masyarakat sangat penting dan bermakna sekali. Oleh karena itu, wanita perlu memahami tentang kedudukan peranan dan hak mereka yang ditentukan oleh syari’at Islam. Peranan utama wanita bermula sebagai anak perempuan, istri, ibu, anggota masyarakat dan pemimpin.[24]

Wanita dilahirkan dengan keistimewaan dan kelebihan yang tersendiri. Selain mempunyai peranan yang amat penting dalam sebuah keluarga, wanita juga memainkan peranan penting dalam membangunkan masyarakat, organisasi dan negara. Dewasa ini, banyak wanita yang berjaya dan maju dalam karier masing-masing setaraf dengan kaum lelaki.

Walau bagaimanapun, fenomena yang terlihat dewasa ini ialah munculnya masalah dekadensi moral di kalangan wanita bekerja terutama yang melibatkan fungsi wanita sebagai istri dan ibu dalam sebuah keluarga karena kegagalan mengimbangi tanggung jawab kekeluargaan dan kerjanya.[25]

Para ulama masih memperdebatkan bolehkah seorang wanita (istri) bekerja di luar rumah. Untuk mengetahui bagaimana hukum wanita yang bekerja atau berkarir dapat dilihat dari fatwa-fatwa para ulama. Ada dua pendapat tentang boleh tidaknya wanita bekerja di luar rumah.

Pendapat yang paling ketat menyatakan tidak boleh, karena dianggap bertentangan dengan kodrat wanita yang telah diberikan dan ditentukan oleh Tuhan.

Peran wanita secara alamiah, menurut pandangan ini, adalah menjadi istri yang dapat menenangkan suami, melahirkan, mendidik anak, dan mengatur rumah. Dengan kata lain, tugas wanita adalah dalam sektor domestik.

Pendapat yang relatif lebih longgar menyatakan bahwa wanita diperkenankan bekerja di luar rumah dalam bidang-bidang tertentu yang sesuai dengan kewanitaan, keibuan, dan keistrian, seperti pengajaran, pengobatan, perawatan, serta perdagangan. Bidang-bidang ini selaras dengan kewanitaan.Wanita yang melakukan pekerjaan selain itu dianggap menyalahi kodrat kewanitaan dan tergolong orang-orang yang dilaknat Allah karena menyerupai pria.[26]

3.      Analisis Hukum Pemberian ASI Terhadap Bagi wanita karier

Berdasarkan surah Al-baqarah ayat 233, Pemberian ASI terhadap setiap anak  dianjurkan selama 2 tahun  karena Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik dan lengkap bagi anak. Anak yang dibesarkan dengan ASI akan lebih sehat dibanding anak lainnya yang diberi susu jenis lain.

Syeikh Wahbah Al-Zuhaili menyebutkan dalam kitab tafsirnya bahwa tidak ada hal yang lebih bermanfaat bagi seorang anak secara lahir maupun batin dibandingkan proses penyusuan dari ibu kandungya. ASI ekslusif dari ibunya tersebut yang akan membentuk tumbuh kembangnya dengan baik. Ada tabiat baik dan akhlaq mulia yang akan menurun dari ibu ke anak yang disusuinya. Jika ibu kandungnya tersebut masih menjadi istri sah dari sang ayah, maka wajib hukumnya untuk menyusui anak tersebut. Adapun jika sudah diceraikan, maka hukum menyusuinya menjadi sunnah, kecuali jika anak tersebut tidak bisa atau mau menyusu kepada selain ibu susuan karena miskin atau sebab lainnya, maka dalam kondisi yang seperti ini menjadi wajib atas ibu kandungnya untuk tetap menyusui anaknya.[27]

Menurut pendapat Syafi‟iyah bahwa pemberian ASI kepada anak bukan kewajiban seorang ibu sehingga suaminya tidak bisa memaksa istrinya untuk menyusui, jika istrinya dipaksa untuk menyusui maka boleh istrinya menolak dan itu bukan maksiat atau nusuz kepada suami.[28] Akan tetapi Syafi‟iyah mewajibkan seorang ibu memberikan ASI yakni ASI yang pertama kali keluar dari ibunya, karena kebanyakan seorang anak tidak bisa bertahan hidup tanpa menerima susuan pertama yang keluar dari ibunya.[29]

Berbeda dengan Malikiyah yang mengatakan pemberian ASI merupakan kewajiban seorang ibu kepada anaknya kecuali wanita bangsawan, sehingga ketika istrinya enggan untuk menyusui maka istri tersebut boleh dipaksa.[30]

Disisi lain para Ulama bersepakat seorang ibu wajib memberikan ASI kepada anaknya dalam 3 keadaan:

(1)   Anak tidak mau menyusu kecuali dari ibunya.

                                                    

(2)   Tidak ada orang lain yang menyusui selain ibunya.

 

(3)   Ayahnya tidak memiliki harta untuk memenuhi ASI untuk anaknya.

Maka, dari beberapa pendapat tersebut wajib diberikan  ASI terhadap anak yang masih bayi untuk kesehatan, daya tahan tubuh dan keselamatan bayi tersebut, berkaitan tentang pemberian ASI oleh ibu kandung hukumnya wajib dalam keadaan anak tidak mau menyusu kepada orang lain, ketiadaan orang lain untuk menyusui anak tersebut dan ayahnya tidak sanggup untuk mengupahkan kepada orang untuk menyusui anak tersebut.

Maka, Hukum pemberian ASI terhadap anak dari seorang wanita karier adalah wajib kecuali adanya hal yang memudradkan untuk sibayi dan ibunya. Berkaitan tentang pemberian ASI oleh wanita karier terhadap anak kandungnya merupakan hak dan kewajiban setiap ibu dan merupakan hak setiap anak meskipun ibu tersebut bekerja.

Pemerintah dalam PP (Peraturan Pemerintah) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil menetapkan pemberian hak cuti bagi ibu melahirkan yakni selama 3 bulan.[31]

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Mereka kemudian membawaku lagi, dan kali ini aku melihat para wanita yang payudaranya digigit oleh ular-ular kecil.Aku bertanya, „ada apa dengan  mereka?  mereka  menjawab,  „itu  adalah  para  wanita  yang  tidak  mau menyusui anaknya‟.”(HR. Hakim)

 

Dari penjelasan hadist tersebut menjadi ancaman yang berlaku ketika seorang ibu sengaja menghalangi anaknya untuk mendapatkan nutrisi dari ASInya tanpa alasan yang dibenarkan. Sementara jika sang ibu tidak memungkinkan untuk menyusui anaknya, baik karena faktor yang ada pada ibu maupun pada si anak, maka tidak termasuk dalam ancaman hadis ini.

C.    Kesimpulan

Pemberian ASI terhadap anak merupakan hak dan kewajiban atau hukumnya wajib karena ASI merupakan asupan makanan yang bergizi untuk  anak yang baru dilahirkan agar terjaga kesehatan, daya tahan tubuh dan keselamatan anak bayi tersebut kecuali adanya hal yang memudradkan sibayi dan ibunya.

Berkaitan hukum pemberian ASI terhadap anak bagi wanita karier maka peneliti mengambil kesimpulan sesuai dengan kaidah fikih  الفرض افضل من النفل  “fardhu itu lebih baik dari nafl”, Seperti halnya para wanita karir dalam pemberian ASI, bekerja bagi mereka diperbolehkan, namun dengan adanya perintah pemberian ASI, maka ibu harus memenuhi kewajibannya tersebut dahulu sebelum bekerja.

 

 

 

 



[1] Lely Noormindhawi, Islam MemuliakanmuSaudariku, ( Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2013), Hlm. 5-13.

[2]Aisyah Abdurrahman bintisyathi’, Muhammad, Penerjemah, Putri-Putri Rasulullah: Edisi Indonesia, (Jakarta: Rihlal Press, 2004), Hlm. 49.

[3]Khairiyah Husain, Ibu Ideal Peranan dan MembangunPotensiAnak, (Surabaya: RisalahGusti, 2005), Hlm. 2.

[4] Lely Noormindhawi, Op. cit, Hlm. 46.

[5] Samiatun, 10 kunciSuksesPerempuan Mandiri, (Surabaya: Litera Media Center, 2008), Hlm. 19.

[6] Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam; Sebuah Pendekatan Psikologis Cet.I (Jakarta: Darul Falah, 1999), hlm.72.

[7] Ahmad Izzan dan Saehudin, Figh Keluarga “ Petunjuk Praktis Hidup Sehari-hari, Cet. I, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2017), Hlm. 21.

[8] Kementerian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Sigma Examedia Arkanleema, 2018), Hlm. 78.

[9] Nur Khasanah, ASI atau Susu Formula Ya?, (Jogjakarta: Flashbooks, 2011), hlm. 45.

[10] Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Hlm. 46-47.

[11] Abu Nashr Imail bin Ahmad Al-Jauhari, As-Shohah Ta‟j Al-Lugah wa Shohah Al-Arabiyah,(Beirut: Daar Al-Ilmi lil Malayiin, 1987, juz 3), Hlm. 1220.

 

[12] Mahmud Ali As-Sarthowi, Syareh Qanun Al AhwAl Syakhsiah,, Hlm. 62.

[13]Muhammad bin Ahmad Al-Khatib As-Syirbini, Mugni Muhtaj,(Daar Al-Kutub Al-Ilmiyah, juz 3), Hlm. 526.

 

[14] [HR. Muslim no. 1695, Abu Dawud no. 4442, Ahmad no. 22999, Ibnu Abi Syaibah no. 28809, dll dari jalan Abdulloh bin Buroidah, dari Buroidah]

[15]  UU No. 13 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

[16] Tim Admin Grup Sharing ASI-MPASI (SAM), Superbook For Supermom,(Jakarta Selatan: Fmedia, 2015), Hlm. 54.

[17] Ibid., Hlm. 53.

[18] Ibid., Hlm. 54-55

[19] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, cet. I, edisi 4, 2008), Hlm. 372.

 

[20]Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:English Press, 1991), Hal. 1125.

[21]Nurlaila Iksa, Karir Wanita Dimata Islam, Cet. I, (t.t: Pustaka Amanah, 1998),  Hlm. 11.

 

[22] Siti Muri’ah, Nilai-nilai Pendidikan Islam dan Wanita Karier, (Semarang: Rasail, 2011), Hlm. 34.

[23] Mahmud Muhammad al-Jauhari dan Muhammad Abdul Hakim Khayyal, Membangun Keluarga Qur’ani:Panduan Untuk Wanita Muslimah, (Jakarta: Amzah, 2005), Hlm. 91.

[24] Ray Sitoresmin Prabuningrat, Sosok Wanita Muslimah Pandangan Seorang Artis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), Hlm. 1.

[25] Ibid., Hlm. 78.

[26] Asriyati, Wanita Karier dalam Pandangan Islam, Jurnal Al- Maiyyah, Volume 07 No. 2, 2014, Hlm. 174.

 

[27] Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith, (Damaskus: Dar Al-Fikr, cet 1, 1422 H, juz 1), Hlm. 129.

[28] Wahbah bin Mustafa Al-Juahaili, Al-Fiqhu Al-Islami wa Adhillatuhu,  juz 10, (Dimisqy: Daar AL-Fikr, 2011), Hlm. 23-24.

[29] Mustafa Al-Khin, dan Mustafa Aم-Bugha. Al-Fiqhu Al- Manhaji„Ala madzhabi Al-Imam As-Syafi‟I. (Dimisqy: Daar Al- Qalam. juz 4. 1992), Hlm. 204-205.

[30] Wahbah bin Mustafa Al-Juahaili, Op. Cit, h.24.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menghilangkan Tahi Lalat dengan bahan Alami

Tugas Kuliah Analisa Kasus